Senin, 02 November 2009

prihatin

Hari ini aku merasa sedih ketika aku ngajar di di kelas. aku coba memberi pertanyaan pada siswaku. " Anak-anak seandainya kamu bertempat tinggal di perbatasan, keadaan ekonomi kamu kurang beruntung, kemudian ada penawaran dari negara tetangga untuk menjadi tentara tetapi hanya secara administrasi saja, dengan diberikan jaminan hidup yang layak. Apakah kamu mau menerima? Luar biasa jawaban yang aku terima dari siswaku. Memang kita masih cukup senang dengan banyak yang menolak tawaran tersebut dengan alasan, susah senang di negeri sendiri lebih membahagiakan. tapi dalam setiap kelas yang aku ajar 20% samapi 30% mengatakan menerima dan siswa yang memilih ini sebagian besar bukan merupakan siswa rangking bawah. dapat kita katakan yang aktif, pinter. Aku tanya mengapa kamu memilih menerima...Karena aku pingin hidup yang lebih baik dan merupakan keuntungan Indonesia jika penduduknya berkurang dan keadaannya lebih baik... Dalam hati saya menjerit kenapa dia lebih memilih meninggalkan negaranya...tak adakah sedikit saja jiwa untuk berjuang....Aku langsung mengarahkan dan memberikan semangat untuk kembali kepada nasionalismenya... malah terjadi perdebatan anatara mereka yang menerima dan menolak ... aku tahu situasi pelajaran saya menjadi hidup...tapi kenapa mereka yang memilih menerima tidak juga bergeming dari pendapatnya.... benarkah globalisasi sudah melunturkan nasionalisme mereka....ataukah karena mudahnya komunikasi dan interaksi ini menjadikan negara tidak lagi muara dari centiment communitynya. Ataukah sistem pendidikan kita yang menjadikan mereka seperti itu. terus harus bagaimana ?????Aku dapatkan mereka terlanjur besar...Bagaimana aku harus bersikap. Yang selama ini aku sudah berupaya untuk memberikan pemahaman menjadi warga negara yang baik.